Literasi Ummat dalam Tradisi Pembacaan Kitab Kifayatul Muhtaj
Ada tradisi unik yang masih eksis dalam tradisi
keislaman masyarakat muslim lombok. Yakni momen bulan Rajab yang selalu hidup
dengan tradisi pembacaan kitab Kifayatul Muhtaj. Kitab tersebut adalah kitab
berbahasa melayu (pegon) yang berisi tentang kisah Isro’ dan Mi’raj nabi
Muhammad Saw. lengkap dengan berbagai pristiwa yang terjadi di dalamnya. Kitab ini
dibaca secara berjamaah oleh masyarakat muslim di Lombok Timur dengan metode syair.
Metode pembacaan kitab dengan metode syair menjadi keunikan sendiri karena
melibatkan banyak kalangan.
Biasanya, pembacaan dilakukan di tempat-tempat
umum seperti masjid dan musholla. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh paling
tidak dua orang selaku pemimpin pembacaan, yakni orang yang membaca dan orang
yang menguraikan maksud dari pembacaan yang dilakukan. Masyarakat sangat
antusias untuk melakukan tradisi tersebut, hal ini terlihat dari euforia
masyarakat yang sangat tinggi saat perayaan ini diadakan.
Meski perayaan ini dilaksanakan biasanya pada
malam hari, tetapi semangat masyarakat sangat nampak kuat bahkan meski
dilakukan hingga larut malam. Keunikan masyarakat muslim sasak ini telah
berlangsung cukup lama dengan interval waktu yang sudah cukup panjang. Entah sudah
berapa generasi yang dilewati oleh tradisi ini.
Saya melihat tradisi pembacaan kitab Kifayatul
Muhtaj ini sebagai salah satu bentuk tradisi literasi masyarakat kita yang
hidup dan bisa jadi bekal penting menghidupkan literasi rakyat yang belakangan cukup
menghawatirkan.
Jika anda berkunjung ke Lombok Timur di
bulan-bulan akhir bulan Rajab, maka pada malam-malam tersebut akan banyak
terdengar dari speaker-speaker masjid atau musholla pembacaan kisah perjalanan Isra’
Mi’raj nabi Muhammad yang berdasar pada keterangan kitab Kifayatul Muhtaj. Dengan
metode syair, pembacaan tersebut melahirkan kesan hangat dengan keramaian yang
terdengar.
Metode membaca kitab dengan syair ini sesungguhnya
merupakan tradisi turun-temurun yang telah lama hidup di masyarakat Lombok
Timur, oleh karena itu saya melihat pembacaan kitab ini sebagai salah satu
contoh literasi ummat yang penting untuk dilestarikan dan digerakkan sebagai model
pengembangan literasi ke depannya.
Nampaknya, hanya dalam momen inilah minat literasi
masyarakat kita terlihat, setidaknya bisa disaksikan langsung kebersentuhan
ummat dengan sumber bacaan. Saya membayangkan jika dengan tradisi ini kitab-kitab
lain selain kitab Kifayatul Muhtaj dibuka oleh masyarakat, sungguh akan
melahirkan iklim literasi yang mengagumkan. Terlebih lagi jika tradisi tersebut
tidak lagi terbatas dilakukan hanya pada bulan rajab, tetapi juga pada
bulan-bulan yang lain.
Inilah yang bisa kita sebut sebagai mengggerakkan
tradisi. Sebagaimana Gusdur, menggerakkan tradisi memilki makna besar dalam
menghidupkan tradisi dalam konteks kehidupan saat ini. Artinya, tradisi
pembacaan kitab Kifayatul Muhtaj seharusnya menjadi roda penggerak dalam
menumbuhkan dan menghidupkan minat literasi di kalangan ummat.
Pekerjaan rumah literasi ummat harus segera
dituntaskan melalui berbagai pendekatan, tradisi pembacaan kitab ini adalah
salah satu pintu yang cukup menarik untuk menerobos ruang semangat literasi
masyarakat. Semoga di masa depan dengan keberkahan dalam pembacaan kitab
tersebut, masyarakat semakin kuat mencintai sumber-sumber bacaan sehingga
melahirkan generasi yang semakin berkualitas dalam hal kemajuan literasi.
Post a Comment for "Literasi Ummat dalam Tradisi Pembacaan Kitab Kifayatul Muhtaj"