Refleksi Wisuda, Dari Tanggung Jawab Intelektual Hingga Tanggung Jawab Sosial
Hari Sabtu tanggal 13 Februari 2021 Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah (STIT) Darussalimin NW Praya melangsungkan prosesi wisuda yang ke
XII bertempat di Hotel Aruna Senggigi. Hadir pada kesempatan tersebut
Perwakilan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Kasubdit direktorat pendidikan tinggi
(via zoom), Kopertais 14 Mataram, Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW)
dan beberapa perwakilan perguruan tinggi swasta.
Acara berlangsung khidmat dengan susunan
pembukaan, menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan ayat suci Al-Quran,
pembacaan fatihah-fatihah, pidato-pidato, sambutan-sambutan, lagu perjuangan,
dan doa. Dalam kesempatan itu beberapa orang menyampaikan pidato dan sambutan.
Ada 5 pidato dan sambutan yang disampaikan. Beberapa hal menjadi poin berharga
sebagai refleksi menjalani wisuda.
Pertama, mengenai tanggung jawab keilmuan dan tanggung
jawab sosial. Dari penyampaian pidato wisuda yang disampaikan oleh salah satu mahaiswi
terbaik pada wisuda kali ini, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa wisuda adalah
bentuk akhir pertanggungan intelektual seseorang. Namun setelah itu harus siap
berhadapan dengan tanggung jawab sosial.
Kedua, Tentang pentingnya seorang sarjana untuk terus
belajar. Pada pidato yang disampaikan oleh Ketua STIT Darussalimin, dirinya
menekankan pada hal mendasar yakni perlunya memahami perubahan. Menurutnya
mengutip pendapat seorang filosof, “tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali
perubahan itu sendiri”. Seorang sarjana adalah orang yang memahami perubahan
dan menuntutnya untuk terus berpikir dan berinovasi. karenya, “sarjana yang
alergi dengan perubahan adalah sarjana yang harus belajar ulang!” ungkapnya.
Ketiga, kontribusi para sarjana pada pembangunan daerah.
Mewakili bapak gubernur, Kepala bidang Perpustakaan dan Kearsipan Daerah
menyampaikan sambutan. Dalam sambutan tersebut, gubernur berharap pentingnya
para wisudawan mengambil peran dalam proses pembangunan daerah. “wisudawan
hendaknya mengambil peran dalam pembangunan” ungkapnya. Disampaikan pada waktu
itu bahwa NW sejauh ini telah banyak berkontribusi dalam proses pembangunan NTB
menuju provinsi gemilang, dan tentu saja STIT secara khusus. Diharapkan dari
lulusan STIT Darussalimin untuk terus mengamalkan Tri Darma Perguruan
Tinggi dalam mengabdikan diri di daerah tercinta ini.
Keempat, seorang sarjana harus siap digunakan oleh
masyarakat. Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari Kopertais 14 Mataram
juga memberikan sambutan. Dalam sambutannya, disampaikan bahwa hakekat sarjana
adalah mengabdi kepada masyarakat. Wisuda yang merupakan ujung dari berbagai
ujian yang dilewati seperti Ujian Akhir Semester, Ujian Komprehensif, dan Ujian
Skripsi. Namun bagaimanapun ujian-ujian itu terasa sulit, tetapi ujian
masyarakat jauh lebih sulit dari ujian skripsi dan lainnya itu.
Disampaikan pula pada sambutan tersebut tentang
indikator kualitas perguruan tinggi yang sesungguhnya yakni penilaian sosial. Mengutip
teori Sistem Penilaian Sosial (Social Rating System), “bagaimanapun
sebuah perguruan tinggi mengklaim sebagai perguruan tinggi yang berkualitas
tetapi jika penilaian masyarakat buruk, maka otomatis kualitas sesungguhnya
adalah penilaian masyarakat itu”. Oleh karena itu diharapkan kepada para
wisudawan untuk menjadi “iklan berjalan” bagi kampus mereka agar masyarakat
bisa menilai kualitas perguruan tinggi dengan penilaian yang baik.
Pada prinsipnya, acara wisuda adalah gerbang yang
menandai akhir proses akademik dan di saat yang sama menjadi gerbang awal
pengabdian kepada masyarakat yang sesungguhnya. Wisuda haruslah menjadi titik
refleksi untuk menjadi generasi yang lebih berintegrasi di tengah konflik dan
dinamika masyarakat yang semakin kompleks.
Post a Comment for "Refleksi Wisuda, Dari Tanggung Jawab Intelektual Hingga Tanggung Jawab Sosial"