Mental Selangkangan dan Masa Depan yang Mengkhawatirkan
Ada benarnya hipotesa Shereen El-Feki,
bahwa seks adalah lawannya sepak bola. Jika sepak bola sedikit yang memainkan
tetapi sangat banyak yang komentar, sementara seks banyak yang memainkan tetapi
sedikit yang mengomentari. Pernyataan tersebut menyadarkan kita tentang
realitas seksual umat manusia secara umum. Namun demikian hipotesa tersebut
cendrung klise saat dihadapkan dengan fenomena cyber saat ini. Belakangan
kita lihat kemunculan video seks yang mengundang komentar banyak orang, seolah permainan
seks telah menyamai permainan sepak bola (sama-sama banyak dikomentari).
Seks menjadi isu menarik
untuk didiskusikan, dibincangkan, atau hanya sekeder pelampiasan nafsu visualitas
seks seseorang. Kenyataan bahwa orang-orang beramai-ramai memburu link video
selangkangan adalah tanda kebenaran pernyataan tersebut.
Fenemena itu memberikan gambaran
kepada kita bahwa seks dan media telah menunjukkan kolaborasi yang menjanjikan
untuk menghidupkan entah apa. Pasar mungkin? Iya, seks memang telah menjadi bahan
komoditas yang penting. Mulai dari industri film porno, eksploitasi perempuan
dalam iklan, jurnalisme selangkangan, dan berbagai pola lain yang pada
prinsipnya sedang menjual selangkangan untuk keuntungan yang sebesar-besarnya!
Melihat viralnya video seks di
berbagai flatform media sosial belakangan ini, semakin menunjukkan aspek komoditas dan
semangat kapitalis dalam isu-isu selangkangan. Di Twitter misalnya,
akun-akun yang haus follower dan popularitas berebut peran menyediakan link
tayangan syur tersebut. Mahar klik dan follow menunjukkan motif ekonomi di
baliknya. Bahkan ada pula yang menyediakan video dengan mahar sejumlah uang.
Naifnya, banyak orang yang
memburu tayangan sampah itu. Berbagai komentar netizen menunjukkan hasrat
biologis yang tak terkendali juga menunjukkan suburnya mental selangkangan di otak mereka. Mereka berdesakan di dunia maya untuk mendapatkan
link tayangan tersebut.
Dari ruang kewarasan yang semakin sempit,
kita bisa melihat fenomena ini sebagai keberangusan mental selangkangan negeri
ini. Kita bisa refleksiakan dari geliat syahwat pelaku media itu bahwa tayangan-tayangan
porno masih menjadi candu yang meninabobokkan rakyat di negeri ini.
Irwan Abdullah (2007) dalam
sebuah riset tentang tayangan porno, memberikan kesimpulan yang menendang,
bahwa masa depan bangsa ini terancam saat tayangan-tayangan porno menjadi hal
yang akrab dengan anak bangsa.
Pernyataan guru besar Antropologi
itu seharusnya menjadi kaca benggala untuk bangkit dari jerat kepornoan yang
terlalu kuat mengekang mental generasi kita. Setidaknya ancaman yang terlihat
saat generasi kita lebih candu terhadap tayangan porno dari pada sumber-sumber
pengetahuan maka satu roda penting masa depan bangsa kita telah gembos. Ancaman
dari hal ini sangat serius: buramnya masa depan bangsa!
Tayangan seks dan mental
selangkangan inilah yang menjadi embrio yang melahirkan generasi-generasi pecinta
konten porno. Tayangan-tayangan porno kemudian dilahap habis untuk menyuburkan
syahwat yang semu. Akhirnya lahirlah mentalitas cemen dan gampang diarahkan,
tumpul nalar, gagap kritik, hanya tertawa saat isu-isu selangkangan bertebaran.
Lihatlah, saat isu selangkan
bertebaran, isu-isu besar segera redup: Kemana Omnibus Law?, konflik agraria?
kasus korupsi? semuanya tak lagi menjadi bahasan saat isu selangkangan
menyerang. Sungguh naif rasanya. Ketika otak para generasi kita hanya bermental
selangkangan, maka masa depan bangsa kita telah masuk dalam dimensi gelap yang
mengkhawatirkan.
Post a Comment for "Mental Selangkangan dan Masa Depan yang Mengkhawatirkan"