Sejarah Usia Muda TGKH. Zainuddin Abdul Majid
PENDAHULUAN
Zainuddin
Abdul Majid merupakan tokoh pemuda pada masa penjajahan. Karena keilmuan dan
perjuangannya pada masa itu, dia disematkan gelar Tuan Guru Bajang, yang
berarti “guru muda yang mulia”[1]. Saat
ini nama TGKH. Zainuddin Abdul Majid telah resmi menyandang gelar Pahlawan
Nasional melalui pengabdiannya dalam bidang Pendidikan dan Gerakan Kepemudaan.[2]
Tulisan
ini akan mengkaji sejarah muda TGKH. Zainuddin Abdul Majid, dengan menekankan
pada peran pentingnya dalam mentransformasi kehidupan masyarakat Lombok yang
saat itu masih mengalami keterbelakangan, serta dalam bayang-bayang penjajah (1924 -1945). Uraian ini diharapkan
mampu memberikan deskripsi tentang sikap-sikap inspiratif Zainuddin muda yang
berperan dalam mewujudkan transformasi sosial di Lombok dalam upaya mewujudkan
kemerdekaan indonesia.
Kajian
dalam penelitian ini bersifat historis tematik reflektif. Artinya, uraian
sejarah yang ditampilkan diangkat dalam tema tertentu dan direfleksikan dalam
konteks kekinian.[3]
Zainuddin muda, akan diangkat dalam ruang sejarah yang berangkat dari sumber-sumber
literal yang terpercaya, seperti: dokumentasi literasi dan wawancara. Tulisan
nantinya akan berfokus pada beberapa pertanyaan penting. Pertama,
bagaimana kehidupan muda Zainuddin Abdul Majid? Akan dibahas di dalamnya proses
intelektual maupun situasi sosial yang mengelilinginya. Kedua, Bagaimana
peran Zainuddin Abdul majid dalam mentransformasi kehidupan sosial masyarakat
Lombok pada masa perjuangan kemerdekaan? Ketiga, bagaimana konsep pemuda
yang bisa dideskripsikan dari sejarah
dan pemikiran Zainuddin Abdul majid? Kajian ini penting dilakukan dengan
mempertimbangkan bahwa kajian tentang
pahlawan nasional yang satu ini masih minim, terutama yang khusus berbicara
masa mudanya.
Penyajian dalam tulisan ini menggunakan penyajian sebagaimana dalam penelitian sejarah. Diantara tahapan metodis yang bisa digunakan dalam penelitian sejarah adalah menentukan subjek yang akan didiskusikan. Dalam bagian ini diterapkan model kritik dan refleksi diri terhadap sejarah yang diangkat. Kedua, menarasikan interpretasi dari subjek yang dikaji.[4] Dengan demikian, tulisan nantinya akan membahas tentang rumusan masalah serta refleksinya dalam konteks kekinian.
PEMBAHASAN
TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Majid lahir pada tanggal 17 Rabiul Awal 1324 H (1906
M).[5]
Dia adalah tokoh karismatik asal Lombok yang memiliki peran besar dalam
membangun semangat perlawanan pribumi terhadap. Karena jasanya, dia dianugerahi
gelar Pahlawan Nasional yang diberikan pada tahun 2017 lalu.[6]
Zainuddin muda dikenal sebagai pemuda cerdas yang memiliki kapasitas keilmuan
yang sangat mendalam dan ensiklopedis.[7] Secara
garis besar masa muda Zainuddin dihabiskan di dua tempat, yakni di Makkah dan
di Lombok, Indonesia.
Secara
sosiologis, ada kesamaan latar sosial antara Indonesia dan Arab Saudi ketika
Zainuddin belajar di Makkah, yakni sama-sama dalam situasi peperangan.
Sebagaimana yang dicatat sejarah, Zainuddin berangkat ke Makkah pada tahun 1923
dan belajar selama 13 tahun. Zainuddin kembali ke Indonesia pada tahun 1935.[8]
Pada tahun-tahun tersebut, latar sosial yang mengelilingi Indonesia adalah
peperangan melawan kolonial Belanda. Adapun di Arab Saudi, terjadi perang saudara
yang melibatkan Faksi Wahabi melawan Faksi Syarif Husen.[9]
Perselisihan
paham di Arab Saudi sepertinya menjadi faktor yang mendorong Zainuddin
mempelajari banyak aliran-aliran keagamaan. Dalam bidang Fiqh misalnya, dia
mempelajari semua mazhab. Hal ini terlihat dari guru-guru Zainuddin yang
berasal dari berbagai tokoh mazhab Fiqih yang terkenal (Syafii, Maliki, Hanafi
dan Hambali). Adapun dalam bidang teologi, Zainuddin mempelajari beberapa
aliran teologi seperti Khawarij, Murjiah, Syiah, Asyariah dan lain sebagainnya.
Dengan berbagai pertimbangan, terutama konteks sosial masyarakat di Indonesia,
dia kemudian memutuskan untuk memegang aliran Ahlus sunnah wal jamaah (menganut
syafi’i dalam bidang Fiqih, Asy’ari dalam bidang Teologi, Al-Ghazali dalam
bidang Tasawuf).[10]
Dari
latar sosial tersebut, Zainuddin belajar banyak tentang kolonialisme dan
komunikasi antar budaya (pemikiran). Bekal tersebut sangat penting mengingat
hakekat bangsa Indonesia yang terlahir sebagai negara multikultur. Peristiwa-peristiwa
tersebutlah yang kemudian menanamkan sikap nasionalisme,[11]
multikulturalisme, persamaan hak-hak antara laki-laki dan perempuan. Hal ini
terlihat ketika Zainuddin Muda kembali ke Indonesia, segera dia menyusun
strategi melawan penjajah melalui bidang sosial dan pendidikan.
Transformasi
sosial
Ada beberapa
tindakan penting yang dilakukan oleh Zainuddin ketika kembali ke Indonesia, diantaranya
yaitu membentuk perlawan secara sosial dan intelektual. Secara sosial Zainuddin
muda menanamkan semangat jihad dengan membangun lembaga pendidikan lokal yang
dia beri nama “Al-Mujahidin”. Penamaan nama al-mujahidin secara
linguistik Arab memiliki makna ‘para pejuang’. Dalam kacamata hermeneutika
penamaan ini memiliki maksud yang cukup mendalam. Bisa kita lihat dalam
realitas sejarah bahwa gerakan Al-Mujahidin ini menjadi salah satu suntikan
sosial yang sangat kuat dalam membangun semangat mewujudkan kemerdekaan.[12]
Zainuddin
muda sungguh menyadari, betapa perjuangan melawan penjajah tidak cukup dengan
tenaga fisik, tidak cukup dengan solidaritas sosial untuk menyerang penjajah.
Bahkan yang tak kalah penting adalah pola pikir untuk melawan dari penjajahan
tersebut. Karena alasan itulah, zainuddin muda dengan semangat ‘mujahidin’
tersebut membangun lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)
yang bergerak dalam bidang pendidikan. Uniknya, pola pendidikan yang
dikembangkan Zainuddin dalam sekolahan tersebut adalah tidak hanya bersifat
klasik sebagaimana tradisi pendidikan sebelumnya, tetapi diwarnai dengan bidang-bidang
keilmuan kontemporer yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di kala itu.
Dalam
konteks transformasi sosial, gerakan sosial dan intelektual yang dilakukan oleh
Zainuddin menjadi landasan kuat bangunan sosial yang lebih baik dari masyarakat
Lombok yang terjajah dan dalam bayang-bayang kegelapan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, sangat terlihat proses transformasi sosial dari kebutaan ilmu
pengetahuan dan skill menuju generasi yang lebih melek ilmu pengetahuan
dan keterampilan. Zainuddin muda sangat memahami bahwa ilmu pengetahuan adalah
salah satu hal mendasar yang perlu dibesarkan bangsa ini untuk menuju pintu
gerbang kemerdekaan.
Selain
pengembangan ilmu pengetahuan, salah satu transformasi sosial yang layak
diapresiasai dari kisah muda pahlawan Nasional ini adalah perhatiannya terhadap
kaum perempuan. Sebagaimana yang direkam sejarah, kaum perempuan selalu dalam
stigma yang negatif. Perempuan menjadi kelas kedua (second class) dalam
hal pemerolehan pendidikan. Kenyataan tersebut sering kali diafirmasi oleh orang-orang
tua ataupun oleh tokoh tertentu pada masa itu. Zainuddin Abdul Majid memberikan
pandangan yang berbeda tentang perempuan, yakni dengan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mengenyam pendidikan. Pada tahun 1943 Zainuddin mendirikan
Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang merupakan lembaga pendidikan
khusus untuk perempuan.[13]
Pemikiran
yang syarat nilai kesetaraan gender tersebut menjadi lompatan pemikiran yang
sangat penting sekaligus kontroversial di masanya. Pada saat itu, Lombok masih
dalam identitas kerajaan yang cendrung melihat perempuan sebagai identitas
kedua manusia. Melalui NBDI Zainuddin berhasil memposisikan kembali perempuan
pada hak mendasar manusia yakni hak memperoleh pendidikan.
Perlahan
dan pasti, proses transformasi sosial yang digagas Zainuddin menemukan
momentumnya dengan banyak dari murid-muridnya yang menjadi agen penggerak
semangat intelektual dan kemerdekaan. Zainuddin berhasil mensinergikan ilmu
pengetahuan agama yang dimiliknya dengan konteks perjuangan kemerdekaan yang
dihadapi bangsa Indonesia. Melalui berbagai karya berupa lagu-lagu dan gubahan
syairnya, Zainuddin banyak mendemonstrasikan cinta tanah air dan agama.
Semakin
banyak muridnya , semakin banyak pula madrasah-madrasah yang mengembangkan
keilmuan yang dimiliki Zainuddin. Dengan kecerdasannya dalam membaca kitab dan
membaca situasi zaman, Zainuddin telah berhasil mentransformasi tatanan sosial
masyarakat Lombok menuju arah yang lebih gemilang, yakni menuju bangsa yang
merdeka dan berkarakter.
Pemuda
Progresif: Refleksi sejarah usia muda Zainuddin
Sebagaimana
dalam kerangka penyajian dalam pendahuluan, pada bagian ini akan dibahas
tentang refleksi dari sejarah muda Zainuddin Abdul Majid. Bagian ini
diinterpretasi dari perjalanan sejarah Zainuddin dan dari karangan-karangannya
yang banyak diciptakan terutama yang bertema kepemudaan.
Diantara
konsep pemuda yang bisa ditelurkan: Pertama, pemuda harus memiliki
kemapanan intelektual yang dikolaborasi dengan pembacaan kontekstual. Artinya
pemuda harus mampu mengkomunikasikan pengetahuannya dengan realitas kehidupan. Kedua,
pemuda harus memiliki semangat juang dalam rangka mewujudkan keadilan dan
kemanusiaan.
Selain
refleksi sejarah tersebut, konsep kepemudaan Zainuddin bisa dilihat dari
beberapa karyanya. Salah satu gubahan syair Zainuddin tentang kepemudaan adalah
lagu hayya ghonu nasyidana. Pada gubahan lagu (syair) tersebut,
dapat diinterpretasikan bagaimana Zainuddin mengkonstruksi konsep kepemudaan.
Kata kunci penting dari syair tersebut adalah kalimat ya fata sasak bi
indonesia yang berarti: ‘wahai pemuda sasak di Indonesia’[14].
Dalam teori Sosiologi Ibnu Kholdun, pengungkapan identitas sosial dalam
penyebutan nama diatas memiliki tujuan untuk merekatkan solidaritas sosial.[15]
Sikap tersebut sangat dibutuhkan terutama dalam konteks masyarakat pada waktu
itu.
Selain
soliditas sosial yang sifatnya lokal (suku sasak), Zainuddin muda juga tidak
lupa mengingatkan pentingnya memperjuangkan bangsa dan negaranya. Dalam
syairnya yang lain: Bangsaku pacu berguru, Kaumku sasak bejulu, Bangsaku
nde’te bemudi, Pete sangu jelo mudi.[16]
Gubahan syair tersebut memiliki makna: ‘Bangsaku rajin berguru, Kaumku sasak
maju ke depan, Bangsaku jangan surut ke belakanga, Mencari bekal hari kemudian.’
Dengan syair tesebut, Zainuddin memanggil para pemuda untuk bangkit
memperjuangan suku dan bangsa mereka.
Uraian
Zainuddin Abdul Majid dalam beberapa cuplikan karyanya tersebut mengandung
sebuah konsep kepemudaan yang menuntut pemuda bersikap nasionalis-religius.
Pada lagu pertama (hayya gonu nasyidana) terdapat kata sasak dan Indonesia
yang menunjukkan makna kesukuan dan nasionalisme. Pada bait selanjutnya
didemonstrasikan untuk membaca hizb (kumpulan doa) yang menunjukkan
sikap religiusitas. Demikian pula pada lagu kedua (Nahdlatain) yang
menunjukkan makna yang sama dengan lagu sebelumnya. Pada beberapa kesempatan, Zainuddin
mengatakan, Himmatul rijal, tahdumul jibal ‘Semangat pemuda, akan mampu
meruntuhkan gunung’ memiliki makna “Pemuda adalah kekuatan besar”.
Dari
uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosok pemuda harus memiliki nasionalisme dan sikap keagamaan yang baik.
Singkatnya konsep pemuda yang didambakan oleh Zainuddin Abdul Majid adalah Pemuda
yang progresif. Pemuda progresif merupakan pemuda yang peka zaman, kemampuan
intelektual dan pembacaan yang kontekstual serta memiliki religiusitas dan
nasionalisme, menjadi hal mendasar dari seorang pemuda progresif.
PENUTUP
Uraian
sejarah diatas menunjukkan bahwa Zainuddin Abdul Majid adalah pemuda yang memiliki
kemapanan intelektual dan kemampuan mengkontekstualisasi pengetahuan. Hal ini
lahir dari proses belajar di Makkah dan pembacaannya atas situasi sosial di dua
tempat tinggalnya. Dengan dua modal tersebut, dia mampu mentransformasi situasi
sosial yang ada di daerahnya yang sebelumnya berada dalam kegelapan ilmu
pengetahuan. Sentuhan intelektual tersebut selanjutnya mampu membawa masyarakat
Lombok melawan kolonialisme penjajah.
Sebagai
refleksi dari pembacaan sejarah dan karya Zainuddin Abdul Majid, dapat
dikonsepsikan model pemuda ideal yang sepertinya masih sangat relevan hingga
saat ini, yaitu: pemuda progresif, yang dipahami sebagai pemuda yang memiliki
kematangan intelektual dan kepekaan sosial serta nasionalisme dan spiritualitas
keagamaan yang saling berkelindan. Sikap ini selayaknya dimiliki oleh pemuda
hari ini, dimana kasus-kasus sosial yang dialami oleh Zainuddin muda masih
banyak bergelayut di masa kita sekarang ini, meski dengan bentuk yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Alamaida Filho,
Antonio Jose de. The Historical Research: Theory, Methodology and Historiography.
2016
Horgrounje, Snoucke. Makkah fi Awakhiri Qornit Tasi’a ‘Asyara.
Al-Qohiroh: Aljazira, 2007
Ikroman, M. Nashib. Mengaji Hamzanwadi. Mataram: Hamzanwadi
Institute, 2017
Ibnu
Kholdun. Muqoddimah. Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2012
Liputan6. TGKH.
Zainuddin Abdul Majid, Ulama’ NTB bergelar Pahlawan Nasional, via. https://www.liputan6.com/ akses tanggal 2 November 2019
Majid, Zainuddin
Abdul. Al-Barzanji dan Lagu-Lagu
Perjuangan Nahdlatul Wathan. Pancor: tanpa penerbit: tanpa tahun
Masnun. TGH. Muhammad
Zainuddin Abdul Majid Gagasan dan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat.
Jakarta: Pustaka Al-Miqdad, 2007
Muslihan Habib,
dkk. Visi Kebangsaan Religius Tuan Guru Kiyai Haji Zainuddin Abdul Majid.
Jakarta: Bania Publishing, 2014
Mahsun. Biografi KH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid.
Jakarta: Nahdlatul Wathan, 2009
Sager dan
Rosser. “Historical Methodes” dalam The Routledge Handbook of Interpretative
Political Science. London: Routledge, 2015.
[1] Mahsun. Biografi
KH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid. (Jakarta: Nahdlatul Wathan, 2009 ) hal
59
[2] Wikipedia. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid. Akses melalui situs: https://id.wikipedia.org/, tanggal akses
31 Oktober 2019.
[3] Antonio Jose
de Alamaida Filho. The Historical Research: Theory, Methodology and Historiography.
2016
[4] Sager dan
Rosser. “Historical Methodes” dalam The Routledge Handbook of Interpretative
Political Science. (London: Routledge, 2015) via. www.researchgate.net. Akses tanggal
1 November 2019.
[5] Masnun. TGH. Muhammad
Zainuddin Abdul Majid Gagasan dan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat.
(Jakarta: Pustaka Al-Miqdad, 2007), hlm. 16
[6] TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Majid dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden RI pada
tanggal 9 November 2017. Lihat Liputan6. TGKH. Zainuddin Abdul Majid, Ulama’
NTB bergelar Pahlawan Nasional, via. https://www.liputan6.com/ akses tanggal
2 November 2019
[7] Khairul Fahmi.
(Guru Pondok Pesantren Darunnahdlatain NW Pancor), wawancara, dilakukan
pada tanggal 20 Maret 2019
[8] Masnun, TGH.
Zainuddin Abdul Majid......, hlm. 17
[9] Jamal Zakaria
Qosim dalam pengantarnya pada buku Snoucke Horgrounje. Makkah fi Awakhiri
Qornit Tasi’a ‘Asyara. (Al-Qohiroh: Aljazira, 2007), hlm. 35
[10] M. Sya’roni
(Pengajar di Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor). Wawancara.
Dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2019
[11] M. Nashib
Ikroman. Mengaji Hamzanwadi. (Mataram: Hamzanwadi Institute, 2017), hlm.
51
[12] M. Nashib
Ikroman. Mengkaji Hamzanwadi...... hlm, 61
[13] Muslihan
Habib, dkk. Visi Kebangsaan Religius Tuan Guru Kiyai Haji Zainuddin Abdul
Majid. (Jakarta: Bania Publishing, 2014), hlm. 175
[14] Sasak
merupakan suku terbesar di pulau Lombok.
[15] Ibnu Kholdun. Muqoddimah.
(jakarta: pustaka alkautsar, 2012),
[16] Kutipan syair
TGKH. Zainuddin AM yang berjudul Nahdlatain, dalam buku Al-Barzanji dan Lagu-Lagu Perjuangan
Nahdlatul Wathan. Tanpa tahun, tanpa penerbit, hlm. 37
Sumber gambar: docplayer.info
Post a Comment for "Sejarah Usia Muda TGKH. Zainuddin Abdul Majid"