NEGOSIASI POST-THEISTIK
Dalam kerangka konsep August Comte, pola
pemikiran manusia terpetakan dalam tiga hal: teologi, metafisik dan filsafat.
Pola pikir teologi ditandai dengan sikap menjadikan hal-hal yang bersifat
‘ketuhanan’ sebagai sumber pengetahuan. Artinya segala fenomena yang ada di
duni ini selalu dikembalikan pada hal-hal yang berisfat ketuhanan. Istilah ‘teologi’
dalam kerangka konsep Comte mengacu kepada berbagai tradisi ketuhanan klasik
seperti animisme, politeisme dan monoteisme. Sementara itu, pola pikir metafisik ditandai
dengan pola pikir yang melihat fenomena tertentu tidak hanya bersifat adi
kodrati tapi merupakan kekuatan yang memiliki referensi yang abstrak, seperti
konsep Tuhan, Dewa dan lainnya. Dan filsafat atau positivisme adalah suatu
paradigma yang melihat fenomena di dunia ini secara ilmiah logis.[1] Cara
pandang terakhir ini diklaim sebagai bentuk pola pikir masyarakat modern yang
menandai kemajuan peradaban.
Konsep yang ditawarkan Augus Comte sungguhlah
merupakan hal yang kongkrit terjadi di dunia ini. Namun demikian, dalam
praktiknya, konsepsi tersebut seringkali tidak relevan jika dilihat secara
parsial. Pemetaan yang bersifat parsial tersebut faktanya sering kali
berbenturan dengan realitas kehidupan yang justru menjadikan tiga tipologi
pemikiran tersebut dalam satu ruang epistemologi yang utuh. Artinya ketiga cara
pandang tersebut saling berkelindan dan bersentuhan. Oleh karena itu, para
pemikir neo comtian melihat konsep tersebut lebih terbuka, karenanya
mereka mencetuskan istilah negosiasi post-theistik. Istilah tersebut digunakan
untuk menggambarkan dimana pembicaraan tentang Tuhan (agama) tidak lagi
berhenti pada titik yang final, bahkan dilanjutkan dengan pertanyaan lanjutan:
“apa setelah bertuhan?”[2]
Pertanyaan ini mencoba untuk mendekonstruksi
kenyataan beragama yang cendrung melahirkan orang-orang yang jumud dan
anti perubahan. Yaitu mereka yang dengan agama merasa hidup mereka telah purna
dan lupa pada tanggung jawab sosial yang tidak kalah utama. Oleh karena itu,
pertanyaan “pasca-bertuhan” menjadi sebuah pertanyaan kritis yang mendedah
pengikut keyakinan tertentu untuk menemukan makna dibalik keyakinan teologis
mereka.
Berangkat dari konsep tersebut, istilah
negosiasi post-theistik berperan untuk melihat realitas keyakinan para pengikut
agama yang cendrung melihat kebertuhanan sebagai perantara untuk mewujudkan
hakekat kehidupan dengan mengakomodasi berbagai keyakinan yang mereka miliki
untuk dijadikan manfaat dalam konteks membangun kehidupan beragama yang
harmonis.
[1] Ronald
Fletcher. Auguste Comte French Philosopher. dalam Encyclopaedia Britanica,
melalui situs: britanica.com, akses tanggal 21 Juli 2020
[2] Andrew Wernick. August Comte and The Religion of
Humanity: The Post-theistic Program of French Social Theory...., hlm. 3
seumber gambar: muyevoice.blogspot.com
Post a Comment for "NEGOSIASI POST-THEISTIK"