Merefleksikan Nuzulul Quran: Berperang Melawan Kebodohan
Masih dalam suasana Nuzulul Quran,
tulisan ini mencoba memaknai surat al-Alaq sebagai surat yang pertama
diturunkan kepada nabi Muhammad. Pada ayat pertama hingga ayat kelima nampak
ayat ini mendorong kita untuk menggapai pengetahuan melalui gerbang membaca dan
menulis. Dalam surat al-Alaq yang terdiri dari 19 ayat memberikan deskripsi tentang
pentingya intelektualitas. Ibnu Katsir
mengomentari ayat 1 sampai 5 sebagai bentuk pemerolehan pengetahuan: berfikir,
membaca, dan menulis. Dengan demikian pesan penting yang bisa diangkat dari
ayat tersebut adalah mendorong untuk menggapai pengetahuan.
Pada ayat selanjutnya, ilustrasi pada surat
al-Alaq menunjukkan tentang sikap orang berpengetahuan dan orang bodoh. Orang
berpengetahuan digambarkan dengan sosok Nabi Muhammad SAW sedangkan sosok orang
bodoh digambarkan dengan sikap Abu Jahal yang selalu ingin menghalau
ketika nabi menyampaikan kebenaran. Dalam
deskripsi ayat selanjutnya pada surat ini dapat diungkap tentang perbedaan
mendasar orang yang tahu dan yang tidak tahu. Allah dalam ayat lain menyebutkan
‘katakanlah, apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?’
Deskripsi yang diberikan dalam surat al-alaq
tentang sikap orang yang tidak mengetahui adalah menghalau kebenaran, seperti
melarang orang sholat. Adapun bentuk sikap orang berpengetahuan digambarkan
dengan nabi Muhammad yang mengajak kepada ketakwaan (kebaikan). Pada ayat
selanjutnya Allah menegaskan untuk tidak mentaati orang yang tidak
berpengetahuan (kalla la tuthi’hu).
Allah begitu menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan menghinakan kebodohan. Allah memberikan balasan berupa sikap koopertif Tuhan terhadap orang yang berpengetahuan dan sikap tegas Tuhan berupa ancaman terhadap orang ‘yang tidak berpengetahuan’ yakni malaikat penyiksa bernama Zabaniyah (atas ketidaktahuannya itu).
Dari tinjauan interpretatif diatas, dapat
disimpulkan bahwa melalui surat al-Alaq Allah mengkampanyekan perang melawan
kebodohan. Bahwa ilmu pengetahuan harus memenangkan pertempuran itu. Kisah
perjuangan nabi Muhammad saw dalam mengentaskan kebodohan masyarakat Arab
adalah jawaban jelas tentang ending dari ‘pertempuran’ tersebut.
Sebagai refleksi dari uraian diatas, ilmu
pengetahuan merupakan hal yang sangat dijunjung tinggi dalam agama Islam.
Melalui ayat-ayat itu, Allah seolah menyeru untuk memusnahkan kebodohan.
Bagaimana kesimpulan ini bisa diambil? Secara historis Islam dengan ayat
pertamanya: iqra’ (bacalah!) adalah agama yang diturunkan di tengah
masyarakat yang bodoh (jahiliyah). Kunci yang diberikan Allah untuk
mendobrak kebodohan itu adalah membaca!
Melihat realitas sosial dewasa ini, kehidupan
manusia masih seringkali berdamai dengan kebodohan, termasuk di negeri
mayoritas muslim ini. Iya, peraktek kebodohan masih sering ditemui. Masih ada
para politisi kampungan yang tak rela tidak mendapatkan jatah korupsi. Juga
masih banyak masyarakat yang aspirasi suaranya bisa dibeli. Juga masih
menjamurnya calo dalam setiap proses birokrasi. Berbagai kenyataan tersebut
kembali membuka tabir tentang dilema demokrasi di negeri yang minim membaca,
bahwa demokrasi adalah sistem yang hanya bisa efektif diterapkan dalam
masyarakat yang melek baca.
Sekarang, sudahkah kita siap untuk pertempuran
melawan kebodohan? Dalam hal ini kita bisa bertanya kepada diri kita
masing-masing. Sebagai seorang politisi, sudahkan menjalankan tugas yang
diamanahi dengan profesional dan ideal? Biar bagaimanapun, penyalahgunaan
jabataan politik adalah salah satu bentuk kebodohan yang perlu dilawan. Sebagai
seorang guru, sudahkah kita mampu mendidik anak didik dengan benar? Sudahkah
berdisiplin dan efektif dalam mengajar? Biar bagaimanapun ketidakdisiplinan dan
inefisinesi dalam mengajar adalah bentuk kebodohan. Serta berbagai bidang lain
yang silahkan dibayangkan dan direfeleksikan sendiri.
Kita tidak bisa menutup mata, bahwa kebodohan
adalah bagian yang terus ada dalam perjalanan kehidupan, tapi sebagai manusia
yang berakal, tentu melawannya adalah kemutlakan. Simbol Muhammad melawan Abu
Jahal dalam kandungan surat al-alaq adalah pertempuran Pengetahuan melawan
Kebodohan. Muhammad adalah lambang pengetahuan dan Abu Jahal adalah lambang
kebodohan. Dua tipe manusia ini akan selalu ada dalam kehidupan ini bahkan
hingga hari akhir nanti. Tetapi kita harus bisa memilih, menjadi Muhammad atau
menjadi Abu Jahal?
Dalam tradisi Islam, sosok Muhammad adalah
nabi termulia, panutan alam semesta. Maka sangat ironis jika Allah sudah
menjadikan sosok tersebut sebagai perumpaan ilmu pengetahuan tetapi masih ada
di kalangan umatnya yang masih memilih menjadi Abu Jahal dengan menghasrati
kebodohan. Tegas, bahwa surat al-Alaq memiliki pesan yang sangat penting,
menghasrati pengetahuan dan memerangi kebodohan.
Bagaimana cara kita melawan kebodohan?
Mulailah dengan membaca. kemudian pengetahuan yang diperoleh dalam membaca
perlu diinternalisasikan dalam tindakan. Setelah kebiasaan membaca dan
mengamalkan ada dalam diri kita, maka tularkanlah kepada orang-orang disekitar
kita. Ketika hal tersebut berhasil, maka kita sudah menciptakan satu komunitas
pengetahuan yang akan melahirkan generasi yang lebih berkualitas. Pada
gilirannya, keberadaan generasi yang berkualitas ini akan memuluskan jalur
kehidupan manusia di masa yang akan datang.
Adalah hukum alam, bahwa setiap pengetahuan
akan melahirkan pencerahan dan setiap kebodohan akan mengubur kita dalam
kegelapan. Maka dalam nalar paling luar dari diri kita pun sudah mampu untuk
memilih antara dua opsi sederhana ini: pengetahuan atau kebodohan? Namun
pertanyaan ini tidak sesederhana multiple choice yang gampang. Menjawabnya
membutuhkan refleksi dan kesadaran yang mendalam bagi yang menjawabnya. Ketika
kita memilih pengetahuan, maka tugas sebagai penggerak dan pencerah sudah siap
diemban. Dan sebaliknya, tanpa memilih kebodohan (karena tidak ada seorangpun
yang menginginkan menjadi bodoh), tetapi tindakan diluar pengetahuan, maka
secara tidak langsung sudah memilih kebodohan.
Surat al-alaq sudah memberikan deskripsi
dengan sangat komprehensif, bahwa awal mula yang harus dilakukan adalah
membaca, kemudian menalar baru kita akan sampai pada ruang pengetahuan. Ketika
kita meninggalkan cara menuju pengetahuan itu, maka yang terjadi adalah kita
akan menjelma menjadi sosok Abu Jahal, yang pembangkang, tidak mau diatur, dan
ingin menang sendiri. Karakter inilah yang menjadi biang kerok rusaknya tatanan
sosial dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, melawan kebodohan memiliki
implikasi makna menjaga stabilitas sosial.
Secara sosiologis, salah satu tujuan diutusnya
Rasulullah Muhammad adalah untuk menjaga stabilitas sosial. Ayat pertama ini
menjadi landasan untuk menuju kesana. Pada akhirnya Allah memenangkan nabi
Muhammad dalam peperangan melawan kebodohan dengan keberhasilannya membangun
tatanan masyarakat Arab yang lebih madani. Inilah nikmat yang Rasulullah selalu
syukuri dalam setiap ritual penghambaannya. Diriwayatkan bahwa setiap kali
Rasulullah membaca surat iqro’ ini beliau selalu bersujud.
Post a Comment for "Merefleksikan Nuzulul Quran: Berperang Melawan Kebodohan"