Meredam Gejolak Sosial Kenaikan BBM
Setelah harga
BBM bersubsidi dinaikkan, berbagai analisis tentang masa depan perekonomian
bangsa Indonesia dikemukakan. Dari para ekonom yang senior sampai tersohor. Dan
sebagaiamana proses kesepakatan penaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi,
analisis itu pun penuh dengan kontradiksi. Ada yang meramal baik ada pula yang
meramal buruk. Di sisi lain, konflik demi konflik terus berlangsung pasca
keputusan final menaikkan harga kebutuhan pokok tersebut.
Salah satu
analisis dipaparkan oleh Eugene Leow, seorang ekonom DBS dalam sebuah artikel (Kompas.com).
Hal inti yang bisa ditangkap dari paparannya adalah dampak menurunya daya beli
masyarakat dikarenakan naiknya harga barang-barang yang secara praktis akan berimplikasi
pada melemahnya perekonomian bangsa. Sungguh mengherankan, jika daya beli
masyarakat yang sebelumnya saja sudah rendah (Suara Karya, 10 juni 2013)
ditambah dengan naiknya harga BBM. ini semakin memperparah “sesak” yang dialami
rakyat. Itulah yang membuat kita bertanya, BBM naik, untuk siapa?
Tapi demi
menjadi warga Negara yang baik, seyogyanya kita tetap menghormati keputusan
wakil rakyat yang telah “bekerja keras” dengan penuh objektifitas itu. Memang teramat
sulit menjadi orang kecil, apalagi di tengah hegemoni kaum mapan dan regulasi
yang tak karuan. Kini kesulitan baru saja di tambah, yakni berusaha meninggikan
penghasilan untuk menyeimbangkan daya beli. Tapi bagaimana caranya, tatkala
kenaikan harga BBM yang tidak disertai dengan naiknya upah minimal? BSLM
dipandang sebagai solusi. Lagi-lagi pemanjaan rakyat. Sampai kapankah
pemerintah akan menggunakan solusi instan dalam permasalahan-permasalahan yang
vital seperti ini?
Sebenarnya,
permasalahan BBM bukan satu-satunya persoalan negeri ini. Hanya saja, banyak
konflik yang kini bermunculan disebabkan kenaikannya. Masyarakat sudah tidak
bisa lagi berfikir jernih atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang “aneh”.
Serta masyarakat terkadang lebih memilih beroposisi terhadap Negara. Itu semua bentuk
implikasi yang tak disadari pemerintah atas “kesewenang-wenangan” mereka dalam
hal kebijakan maupun regulasi. Dalam teori psikologi sosial, kita mengenal relative
deprivation, yakni sebuah sikap yang berhubungan dengan adanya realitas ketidakpuasan
yang timbul dari kekurangan objektif satu kelompok atas kelompok yang lain.
Maka dengan demikian, adanya situasi seperti saat ini (kenaikan BBM) tidak
menutup kemungkinan akan berpotensi memunculkan persoalan-persoalan social
lainnya.
Masih segar
dalam ingatan kita, beberapa mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) yang
melakukan demonstrasi menolak kenaikan harga BBM dengan diwarnai pembakaran pos
polisi. Yang juga dilanjutkan oleh aksi blokade jalan oleh mahasiswa
Universitas Kristen Indonesia (UKI). Serta di Makassar yang seperti orang berperang.
Dan berbagai peristiwa serupa yang terjadi di seluruh penjuru nusantara.
Beragam
fenomena ini membuat kita miris sekaligus iba menyaksikan psikologis social
bangsa yang terkoyak. Masyarakat sudah tidak bisa lagi mengedepankan dialog
dalam menyelesaikan permasalahan. Orang-orang lebih memilih anarkisme untuk
menungkapkan kekecewaan dan ketidaksepahaman terhadap pemerintah. Sehingga aksi
bakar-bakar maupun pengerusakan selalu menjadi pemandangan wajib dalam setiap
demonstrasi.
Semua
persoalan yang terjadi belakangan ini merupakan konsekuensi logis dari
kebijakan pemerintah. Anarkisme hanyalah salah satu bentuk implikasi social
dari kenaikan harga BBM. Dalam hal ini pemerintah tidak boleh menganggap angin
lalu aksi mahasiswa maupun masyarakat yang terjadi. Melakukan reevaluasi atas
kebijakan-kebijakan yang diusung tidaklah salah untuk merespon tuntutan rakyat.
Karena memang semua orang butuh proses untuk memahami segala sesuatu termasuk
permasalahan krusial BBM.
Dalam rangka
menjaga eksisitensi ketenangan dan kondusifitas social masyarakat seiring
diberlakukannya kebijakan menaikkan harga BBM, saya mengusulkan beberapa hal
yang sekiranya dilakukan pemerintah untuk mengawal kebijakannya tersebut. Pertama,
pemerintah harus segera bisa membuktika kepada rakyat Indonesia, bahwa solusi
kenaikan harga BBM benar-benar sebagai solusi kongkrit untuk permasalahan
Negara dalam hal ketahanan rupiah. Langkah ini harus segera, mengingat
masyarakat begitu cepat “salah paham”. Jika tidak demikian, anarkisme untuk
hari-hari selanjutnya tak terelakkan.
Kedua, kenaikan harga BBM, harus disertai dengan
dinaikkannya upah minimal untuk buruh. Ini untuk menyeimbangkan harga pokok
yang naik dengan daya beli masyarakat. Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sekali lagi adalah solusi
instan yang hanya akan memanjakan masyarakat dan membentuk karakter ekonomi
yang tidak matang. Di samping itu, BLSM sendiri menimbulkan persoalan lain,
seperti penerima yang bukan dari golongan tidak mampu. Menaikkan upah minimal
lebih konkrit dan lebih memiliki nilai pendewasaan ekonomi masyarakat. Ketiga,
langkah preventif dan kuratif pemerintah atas kasus-kasus kriminal dan
permasalahan social lainnya pasca diterapkannya peraturan tersebut. seperti demonstrasi
yang sering kali berujung anarkisasi. Sinergi pemerintah dan Polri penting
dilakukan untuk menggapai hal itu. Serta jangan lagi pemerintah bersikap
seperti ragu akan keputusan yang diambil. Presiden harus tegas jika sudah meyakini
ini jalan yang terbaik.
Selain
ketiga hal di atas, penting pula melakukan tindakan-tindakan untuk melepas
ketergantungan masyarakat dari BBM, hal ini mengingat fenomena kenaikan BBM
adalah hal yang sering terjadi dan barangkali akan terus terjadi sehingga melepaskan
diri dari ketergantungannya harus segera dilakukan. Artinya, pemerintah harus
memberikan alternative untuk mendampingi BBM sebagai kebutuhan pokok
masyarakat. serta maksimalisasi kebijakan-kebijak terdahulu seperti pemanfaatan
gas, batu-bara dan sumber energy lainnya harus kembali digencarkan.
Saya rasa, semua masyarakat di negeri ini akan menerima keputusan yang meskipun penuh kontroversial tersebut jika pemerintah segera membuktikan rasionalisasi yang disampaikan tatkala proses kesepakatan parlemen dalam penaikan harga BBM. Semoga langkah-langkah yang diambil negeri ini selalu bertujuan kepada kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat bangsa. Semoga!
*Tulisan ini pernah dimuat di koran Malang Post
Post a Comment for "Meredam Gejolak Sosial Kenaikan BBM"