Menghemat Kemesraan Melanggengkan Pernikahan
Ted Huston,
seorang Psikolog, pernah melakukan riset mendalam tentang penyebab perceraian. Salah
satu simpulan yang dikemukakan adalah penyebab perceraian yang banyak dialami
pasangan adalah terlalu boros kemesraan. Mereka yang terlalu mesra di awal pernikahan,
lebih beresiko mengalami perceraian dari pada mereka yang sederhana dan biasa
saja. Hasil riset ini mungkin sedikit mengejutkan karena fenomena milenial
menunjukkan bahwa pasangan yang baru menikah cendrung ingin memamerkan kemesraannya,
bahkan dengan cara-cara yang mungkin sedikit fulgar.
Kita patut mempertimbangkan
hasil riset tersebut, bahwa kesederhanaan dalam kemesraan itu sejatinya penting
dalam sebuah pernikahan. Pada dasarnya, secara psikologis, jiwa manusia memang
labil, tidak bisa tetap dalam satu keadaan. Kenyataan ini sudah dibahas dalam
berbagai produk peradaban, agama misalnya, melihat gejolak manusia ini secara
khusus. Dalam hadits nabi disebutkan bahwa jiwa manusia memiliki siklus, yakni
siklus positif dan siklus negatif. Semua hal, pasti ada positif dan negatifnya.
Seperti halanya cinta, kadang mengeluarkan energi positif, kadang pula
mengeluarkan energi negatif. Oleh karena itu nabi Muhammad menyarankan untuk
senantiasa memegang iman ketika energi negatif mendominasi.
Itulah mengapa
Rasulullah Saw juga mengatakan, “cintailah orang yang kau citai biasa-biasa
saja, karena bisa jadi dia kan menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah orang
yang kau benci biasa-biasa saja, karena bisa jadi dia akan menjadi orang yang engkau
cintai suatu saat nanti.” Ada banyak pernyataan nabi yang senafas dengan
keterangan diatas. Pada prinsipnya nabi ingin mengajarkan kepada kita tentang
sikap tengah-tengah. Tidak terlalu dan tidak pula minim sekali. Sedang-sedang
saja!
Di era internet
saat ini, eksistensi dunia maya seolah menjadi eksistensi tunggal manusia. Di panggung
media sosial, semua orang ingin terlihat waw, termasuk dalam hal kemesraan. Misalnya
saja, para pengantin baru, beberapa waktu setelah akad nikah atau resepsi,
selalu penuh gambar kemesraan mereka berdua, hingga hari-hari pertama menjalani
hubungan pernikahan: ngopi pagi dibuatkan istri dipamerkan, masakan istri dipamerkan,
salaman sama istri saat akan berangkat kerja dipamerkan, dan berbagai adegan
lain yang pada prinsipnya ingin menunjukkan kemesraan mereka.
Tentu saja tidak
bisa dipungkiri, bahwa setiap orang memilki masa saat cintanya begitu
penuh-penuhnya sehingga pamer kemesraan mungkin sesuatu yang niscaya. Tetapi perlu
dicatat, barangkali saat kita begitu egois untuk memerkan kemesraan di medsos,
ada jiwa-jiwa yang luka: mereka yang masih sendiri dalam kesunyian, mereka yang
menangis-nangis mengharap perjodohan, mereka yang masih berdarah-darah melewati
jalur perjuangan. Angan dan tekad mereka perlu dijaga setidaknya dengan tidak
terlalu berlebihan memamerkan kemesraan.
Mengingat jiwa
manusia yang sebagaimana kita tau dan rasakan selalu dalam gejolak dan perubahannya.
Kemesraan sejatinya juga begitu, dia lahir dari hati yang tidak seutuhnya bisa
stabil. Karena hati selalu berbolak-balik, maka kemesraan yang lahir darinya juga
pastinya memilki karakter berbolak-balik.
Mungkin banyak dari teman kita yang merasakan keanehan, setelah beberapa bulan berlalu dari hari pernikahan, mengapa terasa ganjil, seperti ada yang berubah, ketika melihat pasangannya tidak lagi semesra saat pertama kali mengikrarkan jadi setia. Begitulah perjalanan jiwa, tidak mungkin tetap dalam satu keadaan. Oleh karena itu, ketika kita ingin melanggengkan pernikahan, sebaiknya berhematlah dalam mengekpresikan kemesraan.
Bermesralah dalam kesederhanaan, kemesraan yang mungkin tidak perlu ditunjukkan di beranda maya. Cukup berdua dengan pasangan, menikmati esensi kemesraan sekaligus mengukirnya untuk direkam dalam keping kenangan. Saat rasa bosan datang, kita mungkin bisa memutar keping rekaman itu untuk mengembalikan kecintaan. 💗
Post a Comment for "Menghemat Kemesraan Melanggengkan Pernikahan"