Meramadankan Bulan Bulan
Hikayat yang populer di kalangan muslim adalah
kisah perang Badar, suatu peperangan yang sangat heroik dan menjadi awal mula
sejarah keberlangsungan Islam di dunia. Sejarawan mencatat bahwa perang Badar terjadi
para bulan Ramadhan. Yakni saat umat Islam sedang melaksanakan kewajiban
berpuasa. Bisa dibayangkan, dalam keadaan perut kosong, energi terbatas, umat
Islam dihadapkan dengan peristiwa perang! Suatu aktifitas yang tentu saja menguras
energi secara lahir dan batin. Namun apa yang dikatakan Rasulullah sewaktu
pulang dari peperangan itu membuat para sahabat kebingungan.
“Kita pulang dari perang kecil menuju perang
yang lebih besar.” Demikian kata Rasulullah. Sontak saja para sahabat kemudian,
mengajukan pertanyaan, “Bukankah perang tadi sudah begitu besar?” Rasulullah kemudian
menegaskan bahwa perang yang lebih besar dari peperangan yang baru saja mereka
menangkan itu adalah perang melawan hawa nafsu!
Hawa nafsu adalah musuh terberat manusia,
karena dia berada dalam diri kita. Iya, memerangi diri tentu saja sesuatu yang
sulit. Dibutuhkan semangat besar dan azam yang pantang menyerah. Itulah mengapa
dalam tradisi sufi, melawan hawa nafsu selalu menjadi basis dari pergerakan
mereka secara spiritual. Melawan hawa nafsu bukanlah berarti memusnahkannya. M.
Qurasih Shihab, sebagaimana yang pernah kita diskusikan dalam Renungan Ramadhan
ini mengemukakan bahwa kita tidak akan pernah mampu memusnahkan hawa nafsu
karena hawa nafsu adalah hakikat penciptaan manusia. Oleh karena itu manusia
hanya bisa mengendalikannya, bukan membunuhnya.
Syekh Ragip Frager menyebutkan, bahkan seorang
wali pun tetap memiliki nafsu, namun merka tak lagi dikuasi dan dikendalikan
oleh nafsu tersebut. Sebaliknya, merekalah yang menguasai dan mengendalikannya.
Dengan demikian, proses panjang kehidupan ini sejatinya tentang melawan hawa
nafsu. Berpuasa adalah cara jitu yang Allah siapkan untuk megekangnya. Kita telah
mendiskusikan hal ini pada bab-bab terdahulu.
Namun demikian, sungguhpun membicarakan pengolahan
nafsu begitu terdengar mudah, namun dalam realitasnya, mengendalikan nafsu
adalah perkara yang masih sangat sulit dan berat. Dibutuhkan bimbingan dari
mereka yang sudah mampu mengendalikannya. Dalam hal ini peran guru spiritual
sangat penting. Setidaknya, dalam bulan Ramadhan kita dibimbing langsung oleh
Allah untuk mengendalikan nafsu yakni dengan memenjarakan setan-setan pengganggu.
Pada hari terakhir Ramadhan ini, perlu kita
menata hati, memasang kuda-kuda yang matang untuk mengarungi belantara 11 bulan
kedepan yang mana Tuhan sudah tidak lagi memasung setan-setan pengganggu yang
tentunya rawan untuk menggembosi roda spiritual yang telah kita tambal dan
kuatkan saat Ramadhan. Satu-satunya cara untuk mampu mengendalikan nafsu pada
masa-masa selanjutnya adalah merentangkan dengan sungguh setiap tradisi baik
yang telah dibentuk saat Ramadhan.
Artinya, seluruh kebaikan yang telah berhasil
kita rutinkan untuk mengasah spiritualitas kita seperti: membaca al-Quran,
sholat malam, berpuasa, berdoa, dan lain sebagainya perlu untuk terus
dihidupkan kembali pada bulan-bulan di luar Ramadhan. Inilah sejatinya hakikat pelaksanaan
Ramadhan, yakni menjadi lompatan untuk mengisi ruang-ruang waktu di luar bulan
tersebut dengan kebaikan. Dengan kata lain, bulan-bulan di luar ramadhan perlu ‘diramadankan’.
Jadi, jika ada hamba yang seiring berlalunya ramadhan ikut pula tradisi baiknya
berlalu, maka nafsu masih mengekang dalam dirinya.
Mari di ujung nafas ramadhan ini, kita ambil
aba-aba untuk kita pekikkan nilai ramadhan di hari-hari yang akan datang. Lantunan
al-Quran tak boleh berhenti seiring Syawal menyambut, sholat malam juga tak
boleh ikut redup, sedekah atau zakat harus selalu menjadi nafas sosial yang
senantiasa berhembus. Puasa, juga sesekali perlu dilaksanakan pada hari-hari
yang telah Allah tentukan sebagai sunnah. Ketika ramadhan mampu
diinternalisasikan dalam ruang waktu yang menahun, maka mahluk bernama hawa
nafsu akan mampu dikendalikan dan berkah bernama lailatul qadar mampu
didapatkan serta ketakwaan akan senantiasa menjadi pedoman.
Post a Comment for "Meramadankan Bulan Bulan"