Puasa dan Kesabaran
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari ujian,
karenanya kita selalu membutuhkan kesabaran. Ada banyak ujian yang tidak dengan
cepat selesai. Terkadang ada ujian yang menyita perhatian dan energi batin kita
untuk melaluinya. Momen Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk melatih
kesabaran. Secara fisik maupun batin, puasa sungguh merupakan latihan sekaligus
membuktikan kesabaran kita. Secara fisik puasa melatih kita untuk bersabar
dalam menghadapi rasa lapar dan dahaga. Secara batin, puasa melatih kita untuk
menekan hasrat-hasrat nafsu yang tidak dibutuhkan oleh diri kita guna menjadi
manusia yang seutuhnya.
Puasa dan kesabaran adalah dua hal yang sangat
berdekatan. Sufyan bin Uyainah sebagaimana dikutip Ibnu Manzur dalam Lisanul
Arab mengatakan bahwa puasa adalah kesabaran. Secara bahasa memang puasa bermakna
menahan. Jika kita melihat padanan katanya, salah satu rumpun kata shaum
adalah showam yang berarti jabal ‘gunung’. Menurut Ibnu Jinni
kedekatan rumpun dan bunyi kata selalu menunjuk kepada kedekatan makna, oleh karena
itu puasa (shaum) dan ketinggian (showam) secara linguistik Arab
memiliki kedekatan. Lantas apa hubungannya secara pragmatik?
Setiap kesabaran akan selalu berbuah hasil. Dalam sebuah
adagium dikatakan, man shobaro zhofiro ‘siapa yang sabar, maka dia akan
beruntung’. Secara psikologis kesabaran perlu dilatih. Tidak ada orang yang
terlahir sudah menjadi sabar secara otomatis. Ada banyak pengalaman hidup yang
mengantarkan manusia pada tingkatan kesabarannya. Sekali lagi puasa adalah hal
yang sangat penting untuk melatih kesabaran. Kita bisa merasakan langsung,
betapa rasa dahaga dan bunyi perut harus kita tekan hingga waktu yang telah
ditentukan tiba untuk berbuka. Sesuatu yang mungkin sulit dilakukan di luar
waktu puasa.
Syekh Ragip Frager pernah menuliskan dalam Obrolan
Sufi narasi yang sangat menarik tentang puasa dan kesabaran. Menurutnya,
kesabaran harus dilakukan dalam dua hal: pertama sabar dalam ketaatan, dan
kedua sabar dalam kemaksiatan. Artinya kita harus sabar dalam ‘melakukan’ dan
sabar dalam ‘menghindari’. Dalam tradisi agama kita, kesabaran adalah hal yang
sangat penting untuk bisa bertahan dalam iman dan terhindar dari dosa. Kita butuh
kesabaran untuk melakukan sholat, juga butuh kesabaran dalam menghindari
maksiat. Itulah mengapa dalam Al-Quran (2: 153), Allah menyuruh kita untuk
meminta pertolongan melalui sabar dan sholat. Mengapa kata sabar yang harus
didahulukan? Karena dalam melakukan sholat kita butuh kesabaran!
Begitu pentingnya kesabaran, yang karenanya Allah
menggunakan kata Shabr untuk menjadi perwakilan nama dari 99 asma’-Nya
yang tinggi. Ini membuka sekilas tabir yang menunjukkan antara puasa dan
ketinggian. Iya, dalam puasa ada kesabaran dan dalam kesabaran ada ketinggian (derajat).
Sehingga terbuktilah bahwa antara puasa dan gunung (ketinggian) menunjukkan hubungan
pragmatik yang jelas.
Bagaimana cara membangun puasa yang melatih kesabaran?
Barangkali hal yang paling dasar dari melatih kesabaran adalah belajar
kesederhanaan. Jalanilah puasa dengan sederhana, terutama waktu berbuka. Berbuka
bukan ajang untuk pamer menu dan pemuasan lidah. Apa artinya kita menahan perut
dari lapar dan dahaga di pagi hingga sore, namun ketika malam tiba kita seolah
menuntut balas atas rasa lapar dan dahaga itu? Mengapa hidangan berbuka kita harus
selau mewah, padahal jika kita berpikir lebih dalam, tidak ada satupun yang bisa
membantah logika sederhana ini: “semua makanan enak ketika lapar!” tapi mengapa
dengan berbuka? Mengapa kita tidak bisa untuk tidak menyajikan makanan lebih
dari biasanya?
Tanpa saya jelaskan lebih jauh, anda pasti mengerti makna pernyataan
ini. Jadi, apakah kita benar-benar sudah bersabar dalam berpuasa?
Post a Comment for "Puasa dan Kesabaran"