Menguatkan Peran Keluarga dalam Mendidik Anak
Masih
segar dalam ingatan beberapa rentetan pristiwa keji tentang kekerasan seksual
maupun anarkisme pelajar (anak) yang ramai dibicarakan di media-media lokal
maupun nasional. Mulai dari kasus pemerkosaan dan pembunuhan atas Yuyun yang
menjadi nafas awal bergulirnya aksi “Nyala untuk Yuyun” kemudian kasus
pemerkosaan yang terjadi di Surabaya dan berbagai kasus serupa yang terjadi
dalam waktu yang berdekatan.
Ironisnya
para pelaku kejahatan tersebut adalah anak-anak yang masih dikategorikan
berusia dini. Lebih parah lagi status mereka masih sebagai pelajar di SMP
bahkan SD. Oleh karena itu beberapa kalangan secara terang-terangan menuduh
kejadian-kejadian tersebut sebagai kegagalan dunia pendidikan. Selain lembaga
pendidikan keluarga juga dituduh lalai dalam mengkanter pendidikan anak untuk
tidak bertingkah amoral. Peran keluarga dinilai masih sangat minim dalam proses
internalisasi nilai-nilai pendidikan. Hal ini sesuai dengan beberapa survey
maupun kajian komprehensif yang dilakukan oleh beberapa media massa.
Kompas misalnya,
dalam sebuah survey yang dilakukan pada bulan April lalu menyimpulkan bahwa
peran orang tua terhadap anak dalam masalah pendidikan masih sangat minim.
Demikian pula dalam sebuah diskusi yang dimuat dalam koran Kedaulatan Rakyat
yang menilai bahwa keluarga harus berperan dalam mendidik anak terutama masalah
pendidikan moral. Menurut Prof. Endang sumiarni, keluarga harus mendidik anak
berdasarkan nilai-nilai lokal masing-masing. Endang menegaskan bahwa ketika
keluarga berlepas diri dari pendidikan anggotanya maka akan lahir generasi yang
tercerabut dari karakter budayanya (lost generation).
Terkait
hal tersebut, saya melihat bahwa peran keluarga harus dikuatkan dalam membangun
karakter anak. Sebagai sekolahan pertama (madrasah ula) keluarga harus
menjadi pondasi kuat dalam membangun karakter anak. Pendidikan di keluarga
seperti dasar dalam suatu bangunan. Artinya apa yang diajarkan keluarga menjadi
fondasi bagi apa yang dipelajari siswa di sekolah. Sebagus apapun sekolah
formal seorang anak ketika pendidikan di keluarganya buruk, bisa jadi hasilnya
tidak akan pernah lebih baik.
Pentingnya
peran keluarga dalam pendidikan anak telah banyak dikemukakan oleh para pemikir
pendidikan maupun para filosof. Munif Chatib misalnya mengatakan bahwa anak
juga manusia. Artinya anak juga berhak didik dalam upaya membangun dirinya
sebagai seorang manusia (memanusiakan manusia). Konfisius dalam The Great
Learningjuga mengungkapkan betapa pentingnya pendidikan keluarga bagi anak.
Secara
tehnis ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam upaya menguatkan peran
keluarga dalam pendidikan anak. Pertama, membangun kesadaran untuk
membentuk karakter anak. Poin ini mengharuskan orang tua memiliki karakter yang
baik dalam upaya membentuk karakter anak. Sebagaimana dikatakan bahwa anak
memang bukan pembelajar yang cepat, tapi dia adalah peniru yang handal. Dengan
demikian adanya kesadaran moral secara kolektif dalam keluarga akan memberikan
dampak positif dalam pembangunan karakter anak.
Kedua, mendidik dengan cinta. Poin ini mengharuskan keluarga (orang tua)
mendidik anak tidak dengan kekerasan maupun kebencian. Model pendidikan ini
amat dibutuhkan terlebih pada masa-masa emas (golden age) anak. Abraham Maslaw mengatakan bahwa manusia (anak)
butuh mengaktualisasikan dirinya. Kita tahu, dalam mengaktualisasi dirinya
manusia cendrung dideterminasi oleh sosialnya. Oleh karena itu ketika suatu
keluarga baik maka akan mampu membentuk aktualisasi anak ke arah yang lebih
baik pula.
Ketiga, keluarga
harus senantiasa membangun sinergi dengan lembaga sekolah si anak agar
pengawasan terhadap prilaku mereka tetap bisa dilakukan. Dengan kata lain
mengawasi anak bukan hanya tugas guru, juga bukan hanya tugas orang tua. Mereka
harus bekerja sama dalam mengawasi anak. Bentuk sinergi ini hendaknya dibangun
secara kultural. Sejauh ini hubungan guru dan wali murid hanya berlangsung
dalam hubungan formalitas yang diadakan satu kali enam bulan yakni pada akhir
semester.
Melihat
fenomena amoral yang sudah sangat mengkhawatirkan dewasa ini, membuat peran
berbagai pihak untuk ikut andil dalam perbaikan pendidikan harus segera
dilakukan. Keluarga sebagai basis terbesar orientasi anak pada masa awal-awal
kehidupan sangat penting sebagai “sekolah” pembentuk mental anak yang lebih
baik. Diharapkan dari peran keluarga yang kuat dalam mendidik anak akan mampu
membangun generasi yang tidak membuat kekacauan sosial tapi justru sebagai
penebar damai dalam kehidupan.
Pendidikan
keluarga dengan demikian dimulai dengan baiknya sikap
orang tua dan anggota keluarga yang selanjutnya ditularkan kepada anak. Sebagai
output dari teguhnya peran keluarga, menarik menyimak pernyataan Konfisius
yang mengatakan, ketika kehidupan keluarga ditata teratur maka kehidupan
sosial dan nasional tertatakan, dan ketika kehidupan nasional tertata maka ada
damai di muka dunia.
Post a Comment for "Menguatkan Peran Keluarga dalam Mendidik Anak"