Jaring Kuasa Politik
Belakangan ini, isu politik tengah menjadi trend dan
pembicaraan hangat di tempat-tempat perkumpulan masyarakat. Momen tahun politik
ini memang telah membawa dominasi politik dalam wacana media, baik cetak,
televisi maupun dunia maya. Ini semua membuat nuansa demokrasi semakin terasa
menjelang pesta besar bangsa Indonesia pada bulan april nanti. Namun demikian,
ada hal negatif yang selanjutnya muncul, kita juga tanpa disadari terbawa dalam
paradigma saling mencurigai satu sama lain.
Paradigma saling mencurigai yang saya maksudkan adalah penilaian
negatif pada tindakan seseorang yang dianggap bermodus dan memiliki tendensi politik
tertentu dalam melakukan sesuatu, meskipun tindakan tersebut adalah suatu yang
nyata-nyata baik. Masih segar dalam ingatan kita, kunjungan presiden SBY ke
Jombang yang disambut unjuk rasa sekelompok Masyarakat dan Mahasiswa. Demikian
pula dengan yang dialami Gita Wirjawan di Medan berupa penolakan dari mahasiswa
USU. Dua kejadian tersebut dilatari oleh prasangka, bahwa kunjungan kedua orang
tersebut membawa tendensi politik.
Dua contoh kasus di atas hanyalah beberapa dari sekian banyak kasus
serupa yang kini menjamur di negeri kita. Dengan demikian muncul sebuah
hipotesa bahwa politik telah menjadikan kita saling mencurigai satu sama lain
(terlepas dari kepentingan masing-masing yang pastinya berbeda-beda). Dan secara tidak langsung politik telah
menjadi satu titik awal menuju konflik. Inilah kemudian yang menjadi
kekhawatiran, gerak politik yang telah terlanjur mendarah daging dalam proses
berpikir masyarakat kita, yang kemudian saya katakan sebagai “jaring kuasa
politik”.
Politik yang secara etimologi berarti sopan, beradab,kebijaksanaan,
sepertinya kini telah mengalami reduksi makna yang sangat jauh. Dulu politik
dimaknakan sebagai media penguasa untuk merealisasikan cita-cita mulianya
secara adil dan merata (baca: sejarah politik). Itulah yang bisa kita saksikan
dalam sejarah umat manusia dahulu, dan politik pada waktu itu memiliki makna
yang luhur dan dipercaya sebagai tata cara dewa untuk menebar keadilan. Aristoteles
sendiri menyebut manusia sebagai “mahluk yang berpolitk”, ini karena secara
naluri manusia dituntut untuk berpolitik. Menurutnya, politik adalah usaha yang
ditempuh masyarakat untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Kini, pemaknaan tentang politik telah menjadi kacau. Politik
dilihat sebagai daya upaya yang licik, usaha beberapa orang yang rakus dan
hanya mementingkan diri sendiri. pemaknaan inilah yang kemduian membawa kita
pada paradigma saling mencurigai satu sama lain. Yang tentunya hal ini akan
berdampak tidak baik.
Berapa banyak kegiatan-kegiatan sosial yang nyatanya baik, mendapat
cegatan dan pembubaran karena dituduh memiliki unsur politis. Banyak pula
orang-orang baik harus terpaksa menjadi orang-orang terhina yang menghuni rutan
karena komunikasi politik yang bebeda dengan rezim maupun rival politiknya. Dan
pada akhirnya segala hal yang dianggap menggannggu dalam jalur politik, harus
rela tersingkir dan bahkan sampai kehilangan nyawa. Contoh kongkrit untuk hal
ini adalah pada masa orde baru.
Telah begitu kejamkah politik, sehingga apa yang terlihat baik
harus dibungkus dan dipecundangi menjadi buruk? Apakah politik telah begitu
jauh meninggalkan nurani manusia yang sesungguhnya secara filosofis? Atau barangkali kita sendiri yang
mempecundangi diri kita dan menjadikan kebaikan sebagai alat untuk memuaskan nafsu
dan keinginan kita sendiri?
Tentunya, dibutuhkan pengembalian makna sesungguhnya politik secara
materi maupun kesadaran diri. Paradigma saling mencurigai yang dihasilkan
perpolitikan kita saat ini tentulah tidak baik untuk keberlanjutan kita sebagai
sebuah bangsa yang satu dan demokratis. Harus ada pandangan-pandangan yang
mampu menandingi pandangan tersebut, sehingga perbincangan kita di tahun
politik ini tidak melulu dimaknakan memiliki tendensi politik yang tak jarang
berujung konflik.
Kaum intelektual dalam hal ini harus memainkan perannya. Melakukan
kajian-kajian komprehensif tentang politik merupakan hal penting dalam rangka
mengawali redefinisi terhadap politik. Dan yang terpenting kesadaran akan
komunikasi politik yang lebih baik harus menjadi ruh dalam semangat tahun
politik ini. Apa yang dicita-citakan seluruh bangsa indonesia sebenarnya akan
bisa diraih melalui momen politik ini, tentunya jika momen ini bisa berjalan
sesuai dengan nilai-nilai luhur dalam berdemokrasi.
Kita harus belajar dari kejadian-kejadian anarkis yang tak jarang
terjadi di daerah-daerah bangsa indonesia karena pemilu kepala daerah, juga
pada pelaku-pelaku politik (politisi) yang sering menjual kepala rakyatnya untuk
kepentingan diri sendiri. semua ini harus kita jadikan refleksi dalam rangka
membangun masyarakat yang sadar akan politik yang sesungguhnya. Tidak bisa
dipungkiri, banyak dari kalangan masyarakat kita yang telah alergi dengan kata
“politik’, ini merupakan dampak dari politisi yang ceroboh dan tidak bisa
menunaikan amanat mereka dengan baik.
Meminjam teori Hans Kelsen tentang politik, yang mana dia membagi
definisi politik menjadi dua, secara etik dan teknik, maka secara tehnis, untuk
melepas jaring kuasa politik dalam paradigma kita dewasa ini, pemerintah dan
masyarakat bisa melakukan perannya masing-masing menurut kapasitas dan
orientasi mereka. Pemerintah tentunya harus melakukan reshufle terhadap
politisi yang sudah jelas melanggar amanat rakyat dan bangsanya. Sangsi secara
hukum maupun sosial harus diterapkan dengan efektif. Ini dikarenakan persepsi
negatif tentang politik didasari pada realitas politisi yang licik.
Adapun masyarakat umum, melepas jaring kuasa politik harus
dilakukan secara kultural dengan cara membincang tentang makna politik yang
sesungguhnya, mengetahui filosofinya dan mampu berpolitik secara sehat dalam
kehidupan sehari-harinya. Paling tidak, jika tidak sempat mengkajinya secara
intelektual, masyarakat mampu menginternalisasikannya dalam kehidupan
sebenarnya. Usaha dari dua sisi ini, jika dilakukan secara intensif, maka
tentunya perpolitikan yang sehat bukanlah hanya sebatas mimpi, demikian pula
hasil politik kita akan lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Momen tahun politik ini adalah momen yang tepat untuk melakukan hal
tersebut. Jika kesadaran pemerintah dan masyarakat seperti diatas tidak
dilaksanakan dengan segera, maka kita akan senantiasa terkungkung dalam jaring
kuasa politik yang seiring waktu akan terus memenjara kita secara paradigmatik
dan menenggelamkan kita dalam konflik.
Post a Comment for "Jaring Kuasa Politik"