Ajaran-ajaran kaum asyariah
1.
Tentang
sefat-sifat Tuhan.
Alasyari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu,
seperti mempunyai tangan dan kaki dan hal tersebut tidak boleh di artikan
secara harfiah, melainkan secara simbolis. Artinya, segala bentuk sifat-sifat
yang terkesan memberikan bentuk kepada Ruhan harus diinterpretasikan secara
simbolik. Seperti tanganNya, menjadi kekuasaan-Nya.
Menurut asy’ari, sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri,
tetapi sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya[1].
2.
Kebebasan
dalam berkehendak
Menurut al-asyari Allah adalah pencipta perbuatan manusia,
sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya. Hanya Allah lah yang mampu
menciptakan segalanya, termasuk keinginan manusia. Arti Tuhan menciptakan
perbuatan manusia adalah “Tuhanlah yang menjadi pembuat sebenarnya dari
perbuatan-perbuatan manusia”. Dan arti “timbulnya perbuatan-perbuatan dari
manusia dengan perantara daya yang diciptakan” adalah “manusia sebenarnya
merupakan tempat bagi perbuatan-perbuatan Tuhan[2].
3.
Akal
dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Dalam kedua hal tersebut, al-asyari mengedepankan wahyu dari pada
akal, berbeda dengan paham mu’tazilah. Adapun dalam menentukan baik dan buruk ,
dia berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu sedangkan mu’tazilah berdasarkan pada akal.
4.
Qadimnya
Alquran
Menurut al-asyari, alquran tidak bersifat qodim, hal itu karena
meskipun ia terdiri dari kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat
pada esensi Allah. Dengan demikian, asyari lebih menekankan pada pengambilan
sikap tengah antara dua aliran yang bertentangan, yakni mu’tazilah dan
zahiriah.[3]
5.
Melihat
Allah
Al-asyari tidak sependapat dengan dengan ortodoks ekstrim, terutama
zahiriayah, yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan
mempercayai bahwa Allah bersemayam di arsy. Selain itu, ia tidak sepakat dengan
mu’tazilah yang mengingkari ru’yatullah di akhirat. Al-asyari yakin bahwa Allah
dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan meliihat
dapat terjadi manakala Allah sendiri menyebabkan dapat dilihat atau bilamana ia
menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat Nya[4].
6.
Keadilan
Al-asyari berpandangan bahwa Allah pasti bersifat adil. Menurutnya,
keadilan Allah bersifat mutlak, karena Dia adalah maha segalanya. Maka tiada
keharusan bagi Allah untuk memberikan pahal kepada yang berbuat baik dan dosa
bagi yang berbuat jahat. Al-asyari mengartikan keadilan Tuhan dari sisi Dia
adalah pemilik mutlak[5].
7.
Kedudukan
orang berdosa
Al-asyari berpandangan bahwa seorang yang berbuat dosa tidak
menjadi kafir, tapi menjadi fasik karena telah menciderai keimanannya. Dengan
demikian, Asyari menolak pandangan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa orang yang
berbuat dosa besar telah menjadi kafir[6].
Menurut Asy’ari, tidak akan pernah hilang keimanan dengan berbuat dosa, tetapi
hanya menciderai. Orang seperti itu, di hari kiamat akan masuk neraka, tapi
tidak menutup kemungkinan dia bisa masuk surga dengan kehendak Tuhan.
Referensi
Rozak dan Anwar. Ilmu kalam. 2012. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Nasution,
Harun. Teologi islam, Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan. 2010.
Jakarta UI Press.
Post a Comment for "Ajaran-ajaran kaum asyariah"