Konflik Tak Berujung
Analisis Film Valley Of The Wolves Palestine
Film Valley Of The Wolves Palestine (2011) adalah sebuah film yang
mendeskripsikan situasi konflik di Palestina. Film tersebut mengangkat tema
besar berupa agresifitas Israel dalam pembasmian negara Palestina. Isu yang
diangkat dalam film tersebut cukup menarik karena ada beberapa faktor non
politik yang diangkat di dalamnya, yang mana hal tersebut jarang kita saksikan
dalam pemberitaan media massa.
“Valley Of The Wolves Palestine”, mungkin hanya sebuah deskripsi
subjektif terkait konflik di Timur Tengah, namun demikian, munculnya film
tersebut bisa kita jadikan refleksi untuk menganalisa konflik timur tengah
dengan konfrehensif, yakni dengan memandang dari berbagai aspek yang mungkin
saja terjadi. Misalnya saja, ada faktor
ideologi yang ternyata lebih dominan mempengaruhi konflik timur tengah dari
pada faktor politik. Pada tulisan ini akan dikemukakan beberapa hal dasar yang
bisa diambil sebagai benang merah dalam film tersebut.
Pertama, film “Valley
Of The Wolves Palestine” merupakan film yang mencoba melakukan pembelaan kepada
negara palestina, itu bisa kita saksikan dalam dialog yang terjadi antara Polat
Alemdar sebagai tokoh utama dalam film tersebut dengan tentara Israel yang
sedang menjaga gerbang masuk menuju Palestina.
Why have you come to Israel?
I didn’t come to Israel, I come to Palestine.
Dari dialog tersebut dapat kita analisis, bahwa film tersebut
mencoba mengangkat nama Palestina yang selama ini sudah dihegemoni
habis-habisan oleh negara Israel, bahwa negara Palestinalah yang sebenarnya
memiliki tanah di negara tersebut (yang sudah diakui oleh Israel).
Kedua, Sekenario
dalam film “Valley Of The Wolves Palestine” juga mendeskripsikan salah satu
faktor yang menyebabkan teruncingnya konflik, yakni konflik ideologi. Itu bisa
kita saksikan dalam tokoh antagonis Moshe. Dimana tokoh tersebut termotifasi
untuk membasmi orang Palestina berdasarkan kitab suci mereka yang menjanjikan
tanah untuk mereka. Faktor ideologi inilah yang juga melatari Polat Alemdar
sebagai tokoh protagonis yang disebutkan berasal dari Turky untuk berjuang di
bumi Palestina.
Dalam film tersebut, ideologi yang dideskripsikan adalah ideologi
yahudi (Jewish) yang mana merupakan ideologi orang Israel bertentangan
dengan ideologi islam yang menjadi keyakinan mayoritas orang Palestina. Dalam
kitab mereka dijelaskan bahwa boleh membunuh orang-orang non yahudi demi
tegaknya agama mereka. Disamping itu, faktor historis tanah suci di Palestina juga
menjadi salah satu penyebab, meski tak digambarkan secara luas dalam film
tersebut. Faktor ideologi inilah yang membuat Moshe begitu dielu-elukan dalam
rangka melakukan penahanan dan penyerangan terhadap orang Palestina.
Ketiga, film tersebut
menggambarkan nasionalisme orang Palestina terhadap negara mereka. Itu bisa
kita saksikan dalam semangat perjuangan orang-orang Palestina yang bergabung
bersama Polat dalam rangka menyusun propaganda melawan tentara Israel yang
sewenang-wenang. Salah satu contohnya adalah Abdullah yang masih memiliki
keluarga besar di Palestina, meskipun pada akhirnya tempat tinggalnya
dihancurkan oleh tentara isarael yang kemudian menewaskan anaknya.
Nasionalisme orang palestina tergambar jelas ketika sang nenek dari
Ahmed (anaknya Abdullah) merangkak mencari Ahmed yang sudah tertimbun bangunan
rumah karena digusur tentara Israel. Dengan luka tembak di dadanya, sang nenek
mencari-cari ahmed sang cucu untuk mengetahui keadaannya, apakah ia masih
hidup. Ketika mengetahui bahwa cucunya telah tewas dalam timbunan beton itu,
dia pun mengatakan dengan penuh kebanggaan,
Rest in peace ahmed...
Dont go, you lie in palestinian soil...
Kalimat yang dikeluarkan sang nenek menunjukkan kebanggaan mereka
atas negara Palestina sebagai negara mereka. Dan kematian di atas wilayah
mereka dengan mempertahankan diri dari kolonialisme Israel merupakan perjuangan
dan kebanggan yang besar. Hal tersebut senada juga dengan salah satu orang Palestina
yang memutuskan ikut bergabung dalam timnya Polat untuk melakukan perlawanan
terhadap negara Israel. Padahal dia adalah seorang arsitektur yang sudah
memiliki pekerjaan di luar negeri.
Ketika dia ditanya tentang kenapa dia tetap memilih tinggal di
palestina dengan sejuta teror yang mewarnai, maka dia berkata,
“jika aku keluar dari negara ini (palestina) dan orang lain juga
seperti itu, maka siapa yang akan mempertahankan tanah ini?”.
Demikianlah nilai nasionalisme yang tergambarkan di dalamnya.
Keempat, film tersebut
menunjukkan konflik panjang yang sepertinya sulit akan usai, dan solusi
perdamaian begitu rumit dilakukan, tentu saja perlawanan Polat dan
rekan-rekannya dalam menghancurkan markas tentara Israel merupakan adegan yang
mengemukakan solusi sarat militer. Dan tentunya hal itu tidak akan
menyelesaikan permasalahan, tapi akan menimbulkan masalah baru yang lebih luas
dan dalam. Akan terjadi permusuhan terus menerus yang disambung oleh anak
turunan mereka kelak. Dengan demikian film “Valley Of The Wolves Palestine”
merupakan deskripsi konflik timur tengah (Palestina-Israel) dengan tawaran
solusi yang cukup ekstrim dan cukup sulit untuk menyelesaikan persoalan
sesungguhnya. Namun demikian garapan film tersebut cukup banyak memberikan data
dan informasi tentang beberapa faktor non militer yang menyebabkan konflik di
palestina teramat sulit untuk diselesaikan.
Post a Comment for "Konflik Tak Berujung"