Masyarakat Baru Islam di Irak dan Persia
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Ketika
rasulullah mendekati gerbang kematiannya, beliau berwasiat kepada para sahabat
untuk mengusir kaum musyrik dari tanah arab. Hadits tersebut kemudian menjadi
motifasi dan dalil untuk melakukan futuhat. Kemajuan islam pun dengan
futuhat-futuhat yang dilakukan cukup pesat. Pada masa khalifah Umar bin
khattab, proses penaklukan wilayah di seputar wilayah arab sangat mengagumkan.
Bahkan bangsa besar Persia bisa takluk di bawah bendera islam.
Dalam pada itu,
ada banyak hal yang menjadi dampak setelah diadakannya futuhat oleh tentara
islam, aspek politik, budaya, social dan seluruh bidang kehidupan terkena
dampak yang signifikan dengan hal tersebut. seluruh Negara-negara yang bisa
ditaklukkan, secara bertahap dan pasti akan mengadopsi budaya, bahasa dan
kebiasaan orang arab. Sehingga dengan demikian, proses futuhat, tidak sebatas
kegiatan invasi militer, namun juga disana ada proses asimilasi budaya yang
memabawa pada nilai-nilai peradaban baru. Sehingga munculnya islam sebagai peradaban
besar di dunia merupakan keniscayaan.
Di antara
wilayah-wilayah yang diinvasi pemerintah islam pada masa-masa kekhalifahan
adalah wilayah Iraq dan Persia. Kedua wilayah yang bertetangga ini memiliki
watak yang keras dalam rangka menjaga budaya mereka. adalah iran yang dari sisi
cultural kebahasaan bukan serumpun dengan bahasa arab, yakni jika bahasa arab
berumpun semit, Persia adalah rumpun bahasa arya. Nilai historis yang berbeda
inilah yang membawa peroses penaklukan Persia nantinya cukup sulit dan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Melalui makalah
ini akan dipaparkan terkait dengan proses penaklukan Negara irak dan Iran oleh
pemerintah islam. Seperti apakah langkah dan kesulitan yang dialami oleh
tentara islam dam rangka penaklukan kedua wilayah tersebut?
Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi para penuntut ilmu yang haus ilmu dan pencerahan akan
sejarah perkembangan islam. Namun demikian, penulis mohon maaf atas
ketersediaan makalah yang masih jauh dari kesempurnaan ini.
Rumusan
Masalah
Dari
paparan di atas dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana proses penaklukan Irak dan Persia?
2.
Bagaimana masyarakat baru islam di Irak dan Persia?
Tujuan
1.
Untuk mengetahui proses penaklukan Irak dan Persia.
2.
Untuk mengetahui masyarakat baru islam di Irak dan Persia.
PEMBAHASAN
Penaklukan Irak dan Persia oleh Kaum Muslimin
Penaklukan Irak
Secara tehnis,
proses penaklukan irak lebih berat dibandingkan dengan tetangganya suriah
(syam). Hal tersebut terlihat dari banyaknya pertempuran yang terjadi ketika
penaklukan irak.
Dalam penaklukan irak, sangat jarang negosiasi berujung perdamaian, selalu dan
sangat sering negosiasi berujung pada pertempuran. Sehingga dengan demikian,
penaklukan irak lebih bersifat paksaan dari pada negosiasi dalamai (faishol,
1973: 73-74).
Pada tahun 634, Khalid menyerahkan
kekuasaannya kepada Al-Mustanna Ibn Haritsah, kepala suku Banu Syaiban,
dikarenakan ia melakukan manuver kearah barat dari Hirah. Dan Abu 'Ubaidah bin
Mas'ud diangkat sebagai jendral oleh Umar untuk membantu Al-Mutsanna melawan
Persia kearah Timur. Sementara itu, pasukan Persia yang dipimpin oleh Rustam
melakukan penyerangan dan hampir menghancurkan pasukan arab. Abu 'Ubaidah pun
tewas dalam pertempuran tersebut. (Hitti, 2010: 194)
Tanpa rasa takut, Al-Mutsanna membangun
serangan baru dan pasukan Persia yang dipimpin oleh Mihrain akhirnya berhasil
dikalahkan ditepi sungai Efrat pada tahun 635. Al-Mutsannah meninggal setelah
kemenangannya, disebabkan luka yang didapatkan dalam peperangan tersebut.
Setelah meninggalnya Al-Mutsanna, 'Umar
mengutus Sa'ad bin Abi Waqqash ke Irak sebagai komandan pasukan bersama 10.000
orang berhadapan dengan Rustam di Qadisiyah yang tidak jauh dari Hirah. Rustam
akhirnya terbunuh dan kaum muslim menang. Semua dataran rendah Irak yang subur
disebelah barat sungai Tigris terbuka lebar bagi para penakluk.
Penaklukan Persia
Persia merupakan pintu ekspansi yang berimplikasi pada keberhasilan
futuhat-futuhat setelahnya yakni di sebelah timur yang kemudian membawa kepada
takluknya india[1].
Sasaran sa'ad (yang pada waktu itu menjadi komandan pasukan)
berikutnya adalah Mada'in, ibu kota Persia. Ia bergerak menyebrangi sungai
Tigris. Pada bulan Juli 637, Sa'ad melenggang memasuki ibu kota dengan penuh
kemenangan karena kota tersebut telah ditinggalkan oleh pasukan dan rajanya.
(Hitti, 2010: 195)
Sa'ad diperintahkan berhenti oleh 'Umar,
agar tidak terlalu dalam memasuki wilayah Persia. Akan tetapi, persiapan
pasukan di Persia untuk merebut kembali Irak memaksa khalifah untuk membatalkan
perintahnya yang akhirnya mengizinkan pasukan tersebut untuk maju. (Al-Faruqi,
1998: 248)
Penaklukan dilanjutkan di Jalula,
berbatasan dengan dataran tinggi Persia. Disusul pertempuran lain di Mawshil
semakin memperparah kekalahan Persia. Pertempuran efektif terakhir berlangsung
di Nihawand. Pasukan Islam yang dipimpin oleh keponakan Sa'ad berhasil
menghancurkan sisa-sisa pasukan Yazdagird. Khuzistan, Elam, Pars, dan
Persepolis berhasil ditaklukan pada tahun 640. Di susul dengan Khurasan, Makran
dan Baluchistan.
Pada tahun 651, Yazdagird dibunuh oleh
jendralnya sendiri di Marw. Dengan kematiannya, sebuah kerajaan yang memerintah
selama 12 abad sudah berakhir. (Hitti, 2010: 197).
Masyrakat baru islam di irak dan Persia
A. Masyarakat
baru islam Irak
Masyarakat irak terbagi menjadi 2 fase pasca penaklukan islam :
1.
Fase Perdamaian : Mayoritas masyarakatnya adalah petani yang
menggarap sawah mereka dan tidak mengikuti peperangan
2.
Fase Peperangan : Masyarakatnya sudah bercampur dengan masyarakat
persia, serta keturunan mereka. orang-orang persia yang berada di Irak adalah
para tentara dan orang-orang yang memiliki pengaruh, yaitu orang-orang yang
berusaha untuk menjatuhkan kaum muslimin di Irak[2].
Para petani ini adalah penduduk irak yang tidak
berkeinginan untuk melakukan aksi militer. Mereka percaya atas toleransi
keislaman yang diperkenalkan. Mereka pun melihat islam sebagai agama
perdamaian. Sehingga dalam eksistensinya, mereka memilih tetap bercocok tanam
dengan memberikan jizyah kepada pemerintah pusat.
Adapun fase yang kedua adalah ketika orang-orang
Persia ikut campur dalam proses penaklukan wilayah irak. Campur tangan Persia
inilah yang pada gilirannya menjadi bara pertempuran antara tentara muslim
dengan pasukan Persia. Yang pada gilirannya pula membawa Persia takluk kepada
pemerintah islam[3].
Pemberlakuan jizyah bagi kafir dzimmah
Telah dijelaskan di muka bahwa bagi kaum musyrik yang
memilih berdamai dengan islam, maka terlindung hak-hak mereka untuk hidup dan
bekerja di bumi Irak, namun dengan kewajiban membayar jizyah.
Mengenai pemberlakuan jizyah, ada perbedaan pendapat tentang hal
tersebut. pada masa pasukan dipimpin kholid dan mutsanna, jizyah berlaku
menurut ukuran dan keadaan yang terbebani.. adapun pada masa pasukan dipimpin
saad, jizyah dikurangi[4].
Adapun ketentuan jizyah adalah sebagai berikut:
1. Diberlakukan secara menyeluruh
Pembayaran jizyah berlaku di seluruh daerah futuhat islam
2. Pembayarannya
Pembayaran jizyah dilakukan setahun sekali.
3. Berbentuk hadiah
Jizyah pada hal ini dinamakan hadiah, sebagai adopsi dari kebiasaan
Persia.
4. Khirzah
Khirzah merupakan salah satu bentuk jizyah. Khirzah merupakan bagian
lebih dalam dari jizyah. Kalu jizyah diberlakukan secara umum, bagi orang-orang
tertentu yang memiliki harta kekayaan yang mewajibkan mereka membayar jizyah,
sementara khirzah adalah kewajiban wajib bagi setiap kepala untuk memberika
upeti kepada pemerintah sebesar: 4 dirham[5].
Sebagaiamana dikemukaakn di muka, bahwa proses
penaklukkan irak beralangsung cukup lama, dan menuai konflik yang tidak
sedikit. Dengan adanya proses negosiasi secara cultural sainsitif maupun
maneuver pasukan yang dilakukan oleh khalifah yang berkuasa (pada saat itu Umar),
perlahan islam mulai mendapatkan tempat dan menjadi pedoman kehidupan
masyarakat irak.
Dalam proses selanjutnya, terjadi parsialisasi doktrin
di Negara irak, sebagai bentuk implikasi dari lahirnya golongan-golongan dalam
islam. Di irak, ada dua kubu islam yang mendominasi, yakni syi’ah dan sunni.
Dimana syiah menjadi mayoritas dengan prosentase 60%, sementara sisanya adalah
kaum sunni dengan prosentase 40 %[6].
B. Masyarakat
baru islam di Persia (Iran)
Persia (sekarang Iran) pada masa kontemporer, menjadi
kekuatan baru timur tengah. Keberaniannya menghadapi segala bentuk intimidasi dan
hegemoni global cukup menjadi bukti hal tersebut.
Dahulu Persia menjadi sebuah kekuatan yang besar.
Historisitas inilah yang membentuk karakter Persia menjadi egara yang tangguh
dan tahan ancaman. Karakter yang seperti ini pula yang melatar belakangi begitu
sulitnya islam menaklukkan negeri adi daya pada masanya ini.
Jika dibedakan penaklukan irak lebih sulit dari pada
penaklukan suriah (sam), maka penaklukan Persia jauh lebih sulit. Salah satu
gambaran sulitnya penaklukan Persia adalah, untuk penaklukan pertama, tentara
muslim harus melakukan gencatan senjata selam hampir sepuluh tahun.
Menurut Hitty, watak masyarakat Persia yang seperti
ini dipengaruhi kuat oleh nilai historisitas yang mereka miliki. Bahwa Negara
Persia adalah Negara yang sudah terbiasa hidup damai dan penuh kebebasan,
sehingga ketika islam mecoba dan berusaha masuk dengan menaklukkan mereka,
islam justru mengalami perlawanan yang dahsyat[7].
Namun demikian, dengan usaha yang sungguh-sungguh tentara muslim, melalui
tangan sa’d, islam berhasil menaklukkan Persia.
Selepas penaklukan Persia, islam berkembang dan
menjadi corak serta karakter masyarakat Persia. Selama tiga abad pemerintahan
bangsa arab , bahasa arab menjadi bahasa resmi dan bahasa pergaulan masyarakat
yang berbudaya, dan hingga batas tertentu juga menjadi bahasa tehnis
sehari-hari. Namun semangat lama bangsa taklukan itu kembali muncul dan mereka
mulai melestarikan bahasa asli mereka yang telah lama terabaikan[8].
Selain itu, Persia banyak berperan dalam gerakan
Qaramithah yang selama bertahun-tahun berhasil mengguncang fondasi
kekhalifahan. Ia juga terkait erat dengan perkembangan sekte syiah dan
munculnya dinasti fatimiyah yang menguasai mesir lebih dari dua abad.
Dalam bidang pengetahuan, masyarakat Persia terkenal
dengan kecerdasannya. Beberapa bintang yang paling brilian dalam cakrawala
intelektual islam selama tiga abad pertamanya adalah orang-orang Iran yang
telah masuk islam.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Proses penaklukan irak dan Persia adalah
proses penaklukan yang cukup sulit dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya, adanya nilai-nilai
historisitas yang begitu menancap dalam karakter kedua bangsa, terutama bangsa
Persia.
2. Masyarakat baru di kedua wilayah tersebut
menunjukkan adanya tingkat peradaban yang lebih tinggi dan unggul. Di irak dan
Persia, pasca futuhat menghasilkan generasi-generasi cemerlang yang ahli dalam
berbagai macam disiplin keilmuan. Hal ini menunjukkan pengaruh islam dalam
proses perkembangan kedua bangsa tersebut sangat kuat dan signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Faishal, Syukri. Al-Mujtamaat
al-Islamiyah, fil Qornil Awwal. 1973. Birut: darul ilmi lil malayiin.
Hitty, Philip. K. History Of The Arabs. 2010.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam
Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. 1975. Jakarta: Bulan Bintang
www.wikipedia.com
mas war'iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii :P
ReplyDelete
ReplyDelete👍
ReplyDelete👍